Dampak perubahan iklim yang semakin
parah mau tidak mau menuntut semakin banyak perhatian. Berbagai industri
perlahan mulai memperkenalkan langkah-langkah yang akan dan telah mereka tempuh
untuk menekan dampak perubahan iklim. Bahkan secara khusus ada yang disebut green
job (pekerjaan hijau) dan green industry (industri hijau). However,
sebelum membahas lebih lanjut tentang kedua istilah tadi, saya akan flashback
sedikit tentang workshop yang pernah saya ikuti –yang juga jadi awal
mula, saya bisa sedikit lebih paham tentang green jobs and green industries.
Workshop tersebut berlangsung pada tahun
2021. Yup, jaman waktu covid-19 lagi hits :’) Workshop dengan
tema dasar public policy ini diinisiasi oleh sebuah Think Tank asal
Indonesia bernama Think Policy. Kalau kalian nggak asing dengan Mba Afu,
seorang pakar bidang kebijakan publik, yang pada masa-masa pemilu kemarin
lagi-lagi bikin gebrakan keren bernama Bijak Memilih, nah, si Think
Policy ini diprakarsai oleh beliau. Workshop di tahun 2021 tersebut adalah
yang kali pertama dan kerennya programnya itu berlanjut sampai sekarang. Isi workshop-nya
daging semua! Mulai dari pre-test, bahan bacaan, pemaparan materi, recording,
post-test, hingga capstone project di akhir workshop. Untuk orang
awam seperti saya yang tidak pernah berinteraksi dengan topik kebijakan publik
sebelumnya, I truly felt grateful could be a part of it. Dan menurutku, benefit
yang kudapat sangat ‘tidak sepadan’ karena workshopnya tidak dipumgut biaya
sepeser pun. Yup, it was free, babe (diluar modal dasar seperti kuota
dan waktu, tentunya). Workshop tersebut sangat mengakomodir teman-teman
yang ingin menambah wawasan dan pengalaman tapi terkendala situasi covid-19.
Oke, cukup kilas baliknya. Sebelum
ikut workshop itu, saya memahami green job sebagai jenis pekerjaan yang
mengedepankan prinsip ramah lingkungan. Gambarannya kira-kira seperti ini; jenis
pekerjaan yang bergerak di industri perbelanjaan misalnya, mereka akan
mengganti sumber energi listrik mereka ke panel surya. Well, tidak
sepenuhnya salah sih, but still masih kurang tepat.
Industri hijau atau green
industries adalah sebuah term yang bisa diartikan sebagai industri
yang mengadopsi prinsip ramah lingkungan sebagai identitas utama mereka dalam
menawarkan produk atau jasa. Ada industrinya tentu ada pula kesempatan kerjanya.
Nah, kesemparan atau peluang kerja di bidang industri hijau inilah yang disebut
green jobs. Lantas bagaimana peluang green jobs, terkhusus di
Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
tentu yang harus disoroti pertama kali adalah peluang industri hijau itu
sendiri. Berhubung negara kita adalah salah satu negara dengan jumlah populasi
terbesar di dunia, yang secara praktis membuat kebutuhan akan sumberdaya juga
semakin banyak. Sehingga dari sini bisa disimpulkan bahwa green jobs punya
masa depan yang cukup menjanjikan di Indonesia. Secara umum, di Indonesia ada
beberapa sektor industri hijau yang memiliki peluang untuk berkembang, yaitu, energi
terbarukan (renewable energy), pertanian dan kehutanan berkelanjutan (sustainable
agriculture and forestry), pengelolaan sampah dan daur ulang (waste management
and recycling), riset dan konsultasi lingkungan (Environmental
Consulting and Research), dan bangunan dan arsitektur hijau (green building
and architecture). Yang menjadi catatan adalah bahwa semua keberadaan
industri hijau tadi berkaitan erat dengan target-target pemerintah kita, yang
tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya dalam negeri dan
harus sejalan dengan misi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
1. Energi Terbarukan
Negara kita memiliki target yang
cukup ambisius dalam sektor ini. Mengingat jumlah populasi yang harus
‘dihidupi’ kian bertambah, sehingga sudah menjadi keputusan yang bijak untuk
menggunakan sumber energi terbarukan. Jika ditarik benang merahnya, sektor ini
juga nantinya akan berkaitan dengan target pengurangan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan
Peta Jalan SDGS 2030, Indonesia menargetkan 12,1% bauran energi terbarukan di
tahun 2030 dengan skenario BAU (business as usual, atau tanpa intervensi
strategi apapun) dan 26,1% di tahun yang sama tapi dengan skenario intervensi. Beberapa
strategi yang dicanangkan untuk mencapai target tersebut dibagi menjadi
beberapa poin:
-
Peningkatan
pemanfaatan aneka energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik
-
Memperkuat
pemanfaatan aneka energi baru terbarukan
-
Mengembangkan
dan mengkaji pemanfaatan pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
-
Mempercepat
pemanfaatan panas bumi
-
Mengembangkan
teknologi-teknologi baru untuk pengembangan energi baru dan terbarukan.
-
Meningkatkan
investasi di sektor energi baru dan terbarukan
-
Meningkatkan
pemanfaatan bahan bakar nabati
-
Meningkatkan
potensi dan kualitas data energi baru dan terbarukan
Untuk mencapai target dan melaksanakan
strategi di atas, bisa dipastikan bahwa tenaga profesional di sektor ini akan
sangat dibutuhkan. Tenaga ahli tersebut mencakup potensi energi air, bioenergi,
tenaga surya, angin, dan panas bumi.
2. Pertanian dan Kehutanan
Peluang pekerjaan hijau untuk
industri ini besar karena potensi menjanjikan yang dimiliki oleh Indonesia.
Walaupun negara kita dijuluki sebagai negara maritim, kita juga punya potensi
yang menjanjikan pada lanskap darat. Mayoritas makanan pokok penduduk Indonesia
masih berupa beras, sagu, singkong, dan tanaman-tanaman agraria lainnya,
sehingga praktik-praktik pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan sudah
seharusnya diterapkan. Sedangkan dari sektor kehutanan sendiri, Indonesia
tercatat memiliki proporsi hutan sebanyak 50% dari total luas lahan, dengan
total luas setara 93 juta (World Bank, 2016). Ini menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan total luas kawasan hutan tropis terluas ketiga di dunia. Kalau
teman-teman pembaca tertarik untuk meniti karir di sektor ini, beberapa cabang
keahlian yang termasuk di dalamnya adalah pertanian organik, konservasi
kehutanan, bioteknologi pertanian, dan bidang agroforestri lainnya.
3. Pengelolaan Limbah
dan Daur Ulang
Pesatnya perkembangan berbagai
wilayah dan kegiatan industri di Indonesia berdampak pada meningkatnya timbulan
sampah. Sebuah artikel berjudul The waste challenge in Indonesia: Is
Indonesia at a tipping point? yang terbit di The Jakarta Post pada
tahun 2019, merangkum beberapa statistik terkait dunia persampahan Indonesia.
Diperkirakan bahwa Indonesia akan menghasilkan sampah sebanyak 190.000 ton
perhari dengan sampah organik sebagai kontributor terbesar. Sedangkan jenis
sampah plastik sebanyak 25.000 ton per hari yang 20% berakhir di laut dan
Sungai. Karena hal ini, Indonesia menempati posisi kedua sebagai penyumbang
sampah plastik terbanyak kedua setelah Tiongkok. Sehingga dengan kondisi
tersebut, pengelolaan sampah dan sistem daur ulang efektif sangat diperlukan.
Beberapa cabang keahlian untuk pekerjaan hijau yang akan sangat mendukung
perbaikan pada sektor ini adalah teknologi pengurangan sampah, daur ulang,
teknologi konversi sampah menjadi energi, dan lain-lain.
4. Bangunan dan
Arsitektur Hijau
Indonesia merupakan negara dengan
jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Karena hal ini, pemenuhan bangunan
dan arsitektur hijau pun semakin meningkat. Selain bertujuan untuk –sekali
lagi, untuk memerangi dampak krisis iklim, tujuan yang lain adalah untuk
menyediakan lingkungan dalam ruangan yang sehat, nyaman, dan layak huni.
Progres sektor in pun cukup signifikan dengan titik fokus pada pembangunan dan
lingkungan berkelanjutan. Progres yang dimaksud dapat dilihat dari kebijakan
terkait bangunan ramah lingkungan. Dua kota yang bisa dibilang menjadi
‘percontohan’ adalah Kota Jakarta dan Bandung. Berdasarkan Green Building
Council Indonesia, terdapat lebih dari 25 juta meter persegi bangunan ramah
lingkungan yang sudah terverifikasi di Indonesia dengan Tingkat penetrasi 2%
dari area yang baru dibangun. Bidang keahlian yang akan dibutuhkan oleh sektor
ini mencakup teknik arsitektur, teknik wilayah kota, teknik lingkungan, dan
lain-lain.
Fasilitas di SDN 08 Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022). Foto: Haya Syahira/kumparan |
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau SDN 08 Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022). Foto: Haya Syahira/kumparan |
5. Konsultasi dan
Penelitian Bidang Lingkungan
Sektor yang satu ini pun punya
peluang besar untuk bersinar. perusahaan-perusahaan besar yang sedang
berkembang akan terikat dengan regulasi pemerintah yang berkaitan dengan
lingkungan, seperti misalnya jumlah emisi karbon yang dibolehkan, manajemen
limbah dan daur ulang, dan lain-lain. Disinilah bidang konsultasi dan
penelitian bidang lingkungan bekerja. Bidang ini akan menyediakan jasa berupa
asesmen yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan. Asesmennya pun bisa beragam, misalnya
seperti, asesmen dampak lingkungan, membantu perusahaan untuk merumuskan
strategi-strategi pembangunan berkelanjutan yang inline dengan agenda perusahaan,
sampai dengan melakukan penelitian terhadap isu-isu lingkungan yang timbul akibat
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebuah perusahaan.
Tren Skill dan Kualifikasi yang
Dibutuhkan Pekerjaan Hijau
Sektor-sektor ‘spesial’ diatas
tentu akan membutuhkan keahlian-keahlian khusus yang harus dimiliki oleh green
job seeker. Jika kamu sementara mencari program sarjana atau kamu yang
ingin banting setir untuk bekerja di industri hijau, berikut ini adalah
beberapa kualifikasi dan keahlian yang dibutuhkan dan bisa menjadi bahan
pertiimbangan dalam memilih.
1. Latar belakang
pendidikan
Program sarjana strata satu (S1),
pascasarjana (S2), maupun doktoral (S3) di bidang-bidang yang berkaitan dengan
industri hijau, seperti, ilmu lingkungan, keteknikan (lingkungan, sipil,
arsitektur), biologi, ilmu alam terapan, seperti kehutanan dan pertanian akan
sangat dibutuhkan di industri hijau.
2. Pengalaman
praktik
Pada umumnya proyek-proyek yang
dikerjakan pada pekerjaan-pekerjaan hijau memiliki tingkat kerumitan yang cukup
tinggi (karena sering berkaitan dengan target pemerintah suatu daerah, baik itu
level desa sampai provinsi), sehingga kandidat yang berminat wajib adanya
memiliki pengalaman praktik yang sudah cukup matang.
Q: Apakah itu peluangnya kecil bagi seoramg
fresh graduate?
A: Menurutku bukannya kecil, tapi benar-benar
harus memulainya dari ‘bawah’. Misalnya dalam sebuah proyek pembangunan PLTA,
seorang fresh
graduate mungkin akan memulai karir dengan peran sebagai teknisi, junior
engineering, project coordinator, atau konsultan (tapi tidak semua posisi
ini pasti diisi oleh freshgrad, ya) yang biasanya diawasi oleh seorang
supervisor. Oleh supervisor ini, jika si fresh graduate dirasa sudah memiliki
kinerja yang berprogres secara signifikan, maka akan besar kemungkinannya untuk
diberikan peran dengan tanggung jawab yang lebih besar lagi, seperti misalnya project
manager, energy analyst, operation manager, dan lain-lain.
3. Sertifikasi dan lisensi
khusus
Para professional yang bekerja di industri hijau walaupun telah memiliki latar belakang keilmuan yang telah disebutkan sebelumnya, mereka terkadang menambah lagi dengan mengikuti program sertifikasi atau lisensi. Seiring dengan pertumbuhan karir, ada tanggung jawab dan peran baru yang tidak di-cover oleh ilmu yang didapat dari perguruan tinggi dan bisa di-cover oleh sertifikasi. Dengan mengikuti program sertfikasi, mereka mendapat ‘pengakuan’ terhadap keahlian baru dan dianggap kredibel untuk menjalankan peran yang membutuhkan keahlian tersebut.
0 comments:
Posting Komentar