Assalamu’alaikum orang-orang baik~ happy Monday, anyway. Semoga setiap aktivitas hari ini lancar dan berkah ya. Aamiin
Pada tulisan kali ini saya mau
bahas topik yang selama sebulan terakhir ini sangat hangat dibicarakan oleh
–bukan hanya di negara kita, tapi secara global. Yep, it is about Palestine.
Kewajiban untuk berpihak kepada saudara-saudara disana semakin berlipat karena saya
sebagai manusia dan juga identitas saya sebagai seorang muslim. Karena seperti
yang banyak disuarakan oleh teman-teman diluar sana bahwa –genosida yang
dilakukan oleh Israel kepada warga Palestina, tidak hanya menuntut kepedulian
atas nama agama saja, tapi identitas awal kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang berakal. Simpelnya, tidak perlu jadi seorang muslim untuk peduli
kepada penderitaan mereka yang ada di Palestina, cukup pakai identitas kita
sebagai manusia 😊
Tapi, yang mau kubahas disini hanya
potongan kecil dari begitu banyak aspek yang ‘harus’ diketahui. Potongan kecil
tapi sangat krusial efeknya jika diketahui dan dilakukan secara massif. Jadi,
tulisan kali ini adalah tentang gerakan pemboikotan terhadap produk-produk yang
secara langsung ataupun tidak langsung mendukung Israel.
Gerakan pemboikotan yang kutahu
secara umum adalah ketika kita menolak memakai produk atau jasa yang memberi
dukungan kepada sebuah entitas. Namun ternyata (awam banget nih saya … huhu)
gerakan ini tuh bahkan lebih terorganisir dari yang sekedar ‘tidak memakai
produk’. Awal tahu ini di Instagram, ketika salah satu akun edukasi pro
Palestina yang ku-follow yang dalam satu postingannya menandai satu username
@gerakanbds
Nah mulai ku kepoin deh tuh akun. Dari akun tersebut saya jadi paham kalau
gerakan boikot ini juga perlu ‘strategi’ supaya dampaknya bisa lebih efektif
dan efisien.
Selanjutnya saya coba riset lebih
dalam lagi terkait gerakan ini dan menemukan kalau ternyata campaign-nya
sudah ada di tingkat global. BDS movement ini ternyata sudah ada sejak
tahun 2005 silam yang diinisiasi oleh Palestinian BDS National
Committee (BNC) dengan sasaran utama mengakhiri dukungan dunia
internasional terhadap penindasan yang dilakukan oleh Israel. Nama official dari
gerakan ini adalah BDS Movement (The Boycott, Divestment,
Sanctions Movement). Kalau akun BDS yang ku-mention diatas adalah khusus
yang ada di Indonesia. Makin bangga dah sama Indonesia 😊
Apa sih maksud dari strategi yang
dimaksud dalam gerakan BDS ini? Buat kamu yang bingung terkait masalah ini, jadi
gini ya yeorobun, terdapat sederet produk dan jasa yang merupakan sasaran
utama boikot. Disini saya gak akan bahas secara spesifik produk apa saja,
namun yang perlu diketahui, maksud dari sasaran utama disini adalah produk
yang memberi ‘sumbangan besar’ dan terang-terangan memberi dukungan kepada Israel
entah itu dalam bentuk uang mentah, teknologi, senjata, makanan, dan lain-lain.
Untuk lebih detail-nya, teman-teman bisa mengunjungi link ini.
Wait, wait, emang ada yang sembunyi-sembunyi
ngasih dukungan? Sembunyi-sembunyi disini mungkin jarang kesorot kali ya
maksudnya? Hmm, entahlah. Sejujurnya terkait hal ini saya pun masih awam dan
sementara masih mencari tahu. Namun, jika berdasarkan list perusahaan
yang di-share oleh teman-teman di Instagram, perusahaan-perusahaan ini
memang memproduksi begitu banyak produk –yang kalau dipikir-pikir, ‘Ha? Ini gimana
ceritanya kripik kentang bisa dukung genosida?’ kita yang awam memang rentan
untuk bingung mencari benang merahnya dimana, saking tersembunyinya.
Lalu gimana kalau produk yang
selama ini kita pakai masuk dalam blacklist? Ya jawabannya berhenti
pakai. Kalau dari beberapa penjelasan ustadz yang pernah kudengar, sebenarnya
dalam Islam tidak ada larangan bermuamalah (berhubungan) atau memakai produk
dari non-muslim. Tapi perkaranya beda lagi kalau ternyata uang yang kita
habiskan untuk membeli produk mereka dipakai untuk membiayai kejahatan yang
terorganisir. Gak ada tawar-menawar tentang perkara ini, apalagi jika ada
banyak produk alternatif yang bisa digunakan –dan faktanya, memang ada banyak
pilihan yang bisa digunakan. Pilihan yang paling aman adalah produk-produk
lokal buatan asli Indonesia. And honestly, saya pun masih sementara
mencari, khususnya satu produk skincare yang konsisten kupakai selama
hampir tiga tahun ini. Yang tadinya kupilih atas nama ‘ramah lingkungan’
–seperti cruelty free, sustainable resource, eh ternyata masuk juga
ke dalam daftar hitam yang beberapa kali di-post oleh akun-akun base dan
influencer di Instagram. Auto kena mental diri ini :’(
Luckily, ada sebuah website yang
memuat database barang, jasa, dan perusahaan –yang tentunya sudah
diriset terlebih dahulu, yang memberi support terhadap genosida di Gaza.
Nama situsnya adalah boycott.thewitness. Dan karena masih belum percaya
kalau produk yang kupakai juga termasuk supporter, saya memutuskan untuk
mencari di situs tersebut. Well, hasilnya sih memang tidak ada dalam database
tersebut, namun sejujurnya, ada keraguan jika harus menggunakan merk
tersebut kembali, paling tidak sampai semuanya jelas. Dan lagi, di halaman web
the witness ada penjelasan yang perlu di-highlight yaitu bahwa data yang
mereka punya masih belum lengkap dan tim mereka masih sementara melakukan riset
lebih lanjut untuk menelusuri produk diluar sana yang masih setia men-support
genosida Israel. Pun dari saya sendiri belum melakukan riset secara
personal. Jadi, untuk lebih amannya karena belum ada kejelasan apapun, saya
memutuskan untuk beralih ke produk lain (huhu, semoga dapat T_T)
Oke, back to the BDS’ topic. Dari
kepanjangannya, kalau diterjemahkan maka akan berarti boikot, divestasi, dan
sanksi. Sederhananya adalah dengan gerakan boikot yang kita lakukan, kita
berusaha untuk memutus ‘pendanaan’ dari perusahaan-perushaan tadi. Simpelnya,
ketika kita memutuskan untuk tidak membeli, harapannya ini bisa memengaruhi
‘perputaran dana’ dalam perusahan-perusahan tersebut sehingga mereka tidak
punya pilihan selain menghentikan ‘investasi’ ataupun bantuan produk secara
langsung untuk mendukung Israel.
Di laman web BDS movement,
mereka membagi beberapa kategori terkait boikot ini. Ada yang merupakan target boikot
konsumen, target divestasi, target tekanan (non-boikot), dan target boikot organic.
1. Target
boikot konsumen, gerakan
boikot total untuk setiap produk dan jasa yang masuk kategori ini karena rekam
jejak Perusahaan yang sangat jelas dan terbukti terlibat apartheid Israel.
2. Target
divestasi, gerakan
boikot kepada pemerintah, lembaga dan dana investasi untuk mengecualikan dan
melakukan divestasi dari sebanyak mungkin perusahaan yang terlibat, terutama
produsen senjata, bank, dan perusahaan yang terdaftar dalam database bisnis PBB
yang terlibat dalam perusahaan pemukiman ilegal Israel.
3. Target
tekanan (non-boikot),
aktif menyerukan kampanye tekanan terhadap merek dan layanan ini karena
keterlibatan mereka dalam apartheid Israel. Lebih lanjut, BDS menjelaskan “Berdasarkan
alasan strategis, kami tidak menyerukan boikot terhadap merek-merek dan
layanan-layanan tersebut, namun kami secara strategis menyerukan kepada para
pendukung dan institusi untuk melakukan bentuk-bentuk tekanan lain terhadap
mereka sampai mereka mengakhiri keterlibatan mereka dalam apartheid Israel.”
4. Target
boikot organik, Gerakan
BDS tidak memprakarsai kampanye boikot akar rumput namun mendukung kampanye
tersebut karena merek-merek tersebut secara terbuka mendukung genosida Israel
terhadap warga Palestina. Pernyataan yang italic ini langsung ku
terjemahkan, namun saya kurang paham maksud dari akar rumput yang dimaksud
disini. Mungkin di tingkat masyarakat kali ya?
Setelah misi dari BDS
ini terdengar familiar, muncullah pertanyaan-pertanyaan baru seperti ‘Memang
ada dampaknya?’ untuk menjawab ini, saya akan attach beberapa
tangkapan layar penurunan sejumlah saham dari beberapa perusahaan setelah
masifnya gerakan boikot dilakukan.
Lalu muncul pertanyaan lain ‘apakah
penurunan sahamnya memang murni karena boikot?’ Well, saya bukan ahli
saham, jadi bukan kapasitas saya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tapi,
menurutku ya, walaupun mungkin bukan seratus persen alasan utama harga sahamnya
anjlok, tapi bisa jadi boikot ini salah satu pemicu.
Tapi yang perlu diingat oleh yeorobun
yang budiman adalah, ini tentamg keberpihakan. Ketika kita memutuskan untuk
ikut andil memboikot mereka yang pro terhadap genosida maka kita sudah jelas,
kita punya batas bahwa kita berada di pihak mana. Syukur banget kalau boikot
yang gencar kita lakukan berefek kepada ‘uang’ mereka, tapi kalau kurang atau
bahkan tidak ngaruh, ya sudah jangan terlalu diambil pusing, hingga memunculkan
pembenaran ‘toh gak guna juga kita boikot mereka. Ya uda pake lagi aja
produknya’. Ingat, yang diawal ya, kalau ini soal keberpihakan, kita berada
di sisi yang mana. Dan jangan putus asa, kalau campaign boikotnya
tersebar makin luas, makin banyak yang paham, makin banyak yang tergerak, dan makin banyak yang ikut, Insyaallah,
akan ada efeknya kok.
Semangat boikotnya~ :D pantang mundur pokoknya
See ya!
0 comments:
Posting Komentar