F Langkah Simpel Memulai Aksi Pro Lingkungan - Ad Meliora

Langkah Simpel Memulai Aksi Pro Lingkungan


Assalamu’alaikum. Holaaa yeoreobun~. Semoga semuanya dalam keadaan sehat ya 😁

Sesuai niatan awal kenapa saya memutuskan untuk menulis di blog ini yang mostly dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberi edukasi terkait isu and tips and tricks di bidang lingkungan –maka jadilah, tulisanku kali ini akan membahas gimana cara yang benar-benar; truly simply sederhana, untuk mulai bertindak untuk keberlangsungan lingkungan kita. And disclaimer, ini menurut versiku yah. Tapi karena tagnya yang ‘sederhana’, kalian, pembaca yang budiman nan rajin menabung tetap bisa kok menerapkannya dan tentu disesuaikan lagi dengan keadaan dan kondisi masing-masing. Karena poin pentingnya adalah bagaimana kita stop untuk mikir dan segera memulai aksi untuk menjaga lingkungan kita.

Pertanyaannya, how to start ‘doing’ instead of ‘thinking’?

Jawabannya ya langsung melakukan..wkwk. Tapi batu sandungan terbesarnya adalah kebanyakan dari kita bingung mau memulai darimana. Di awal pun saya begitu, terlebih sebagai orang yang punya pemahaman sangat (sedikit) tentang kompleksnya isu di bidang lingkungan, benar-benar bingung mau ambil action dari sisi mana dulu. Mau ngurangin sampah plastik –eh masih langganan beli produk yang menghasilkan sampah plastik. Mau hemat energi –tapi mayoritas kegiatan menggunakan alat-alat yang butuh listrik. Mau ngajak keluarga pilah pilih sampah, bukannya pilah-pilih, yang ada malah ribut dan gelud. Udah ambyar duluan sampai lupa diawal ributnya untuk apa. Hmm … mengsyedih.

Setelah memutuskan untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan di tahun 2019, hal pertama yang kulakukan saat itu adalah memilih sisi yang paling dekat dan memungkinkan untuk bisa kuubah dalam lingkup pribadi; mengurangi konsumsi sampah plastik. Jadi langkah paling sederhana yang kucoba terapkan saat itu sampai hari ini (dibarengi dengan Ya Allah, Ya Allah) adalah menolak memakai kantong sekali pakai tiap kali belanja –entah itu di warung, pasar, indo/alfamaret/alfamidi, jajan cantik di mas batagor, siomay, dan lainnya. Skip ide untuk sekaligus men­-cut segala sesuatu yang ada hubungannya dengan plastik, karena kamu akan overwhelming dan overthinking sendiri. Di awal saat semangat-semangatnya menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, saya pun banyak berandai-andai, seperti ‘coba kalau ada bulk store dengan sistem bawa tempat masing-masing di lingkungan rumah’ atau ‘coba ada tempat daur ulang khusus sampah plastik di tiap kelurahan', dan atau-atau lainnya.

Selain ramah lingkungan, bulk store ini juga aesthetic, bisa banget buat spot foto 🙃

Ide-ide tadi bukannya buruk atau gimana ya kawans, tapi berpotensi untuk mengajak kita lebih banyak berpikir dan berandai daripada bertindak langsung. Setelah kita pikir-pikir dan mendapati bahwa ide atau pengandaian kita belum bisa diaplikasikan, kita akan lelah dan akan muncul pemikiran ‘hmm, kayaknya emang susah sih mau ramah lingkungan, gak ada sistem yang mendukung’ atau ‘nanti ajalah kalau udah ada bank sampah di kompleks baru pilah sampahnya’. Faktanya, kita tidak bisa selalu bergantung pada ‘sistem’ yang harus ada dulu, baru mau bertindak. Coba dibalik aja, dibuat simpel. Act first and the system will follow. Gerak dulu aja dan semoga sistemnya akan ikut terbentuk bersamaan kita mulai bertindak.  

Alternatif dengan tidak memakai kantong atau plastik dari penjual adalah sediakan reusable shopping bag –tas belanja berkali pakai. Saya adalah tipe orang yang selalu merencanakan terlebih dahulu, termasuk perkara belanja di luar, jadi tiap ada rencana belanja, tas belanja ini memang sudah dipersiapkan. Teringat satu persitiwa ketika masanya revisi skripsi, angkutan umum yang kutumpangi singgah –pas banget di depan penjual batagor, dan tergodalah hamba ini untuk membeli. Namun karena kebiasaan untuk tidak pakai plastik sekali pakai benar-benar sudah jadi semacam prinsip kali ya, akhirnya saya hanya bisa say goodbye kepada batagor tadi :'). Percayalah the guilty feeling akan menderamu setelah kamu menerapkan sebuah prinsip baik dan hendak melanggarnya. Uh, it makes you uncomfortable. Ada rasa gak nyaman aja. Tapi ada saatnya juga kok hamba ini khilaf :’) Jadilah supaya khilafnya gak keseringan, dengan atau tanpa rencana, sebaiknya sediakan tas berkali pakai untuk belanja ya warga +62 yang berakhlak.

Photo by Gaelle Marcel on Unsplash

Oke, next. Kalau masih bingung mau mulai dari mana, biasanya salah satu cara yang paling manjur adalah dengan menemukan personal why-mu. Kenapa sih kamu harus hemat pakai plastiknya? Kenapa sih lebih milih gak jajan diluar yang beroptensi menghasilkan sampah? Dan kenapa lainnya versi teman-teman. Semisal contohnya saya ya. Setelah mendapati bahwa sisi yang paling bisa saya ubah adalah dengan menekan konsumsi sampah plastik, otomatis langkah kedua yang mengikut adalah menekan kebiasaan konsumsi yang tidak perlu. Karena faktanya, konsumerisme adalah salah satu big issue dibalik menggunungnya sampah yang kita hasilkan sehari-hari. Sebut saja ketika oder satu paket syopi, minimal akan ada empat jenis sampah yang kita hasilkan; plastik dari jasa kirim, bubble wrap yang membungkus paket, dus kemasan barang yang kita pesan, dan sampah kemasan setelah ‘bendanya’ habis pakai –yang kebanyakan adalah plastik. Pun sama halnya dengan makanan yang kita beli di luar. Kemungkinan timbulan sampah yang kita hasilkan adalah kantong kresek dan kemasan makanan. Syukur-syukur kalau makanannya habis, nah kalau bersisa, akhirnya kita akan menghasilkan tiga jenis sampah lagi.

Photo by Melissa Walker Horn on Unsplash

Selain kesadaran akan isu konsumerisme tadi, hal paling personal yang membuatku getol menekan hasrat konsumerisme yaitu karena masalah kesehatan. Agustus 2022 lalu, saya memberanikan diri untuk periksa ke dokter karena menemukan benjolan tidak wajar on my left breast. Kecil sih tapi efek overthinking lumayan say :') Singkat cerita, vonisnya adalah tumor jinak payudara dan saya memutuskan untuk langsung operasi. Kesimpulan yang bisa kutarik dari penjelasan dokter selama kontrol pasca operasi adalah, bahwasanya benjolan-benjolan seperti ini sangat berpotensi tumbuh dalam tubuh karena kebiasaan hidup yang tidak sehat. Dalam kasusku, suka jajan sembarangan. Nah kan ketahuan deh gimana tidak sehatnya masa kuliahku dulu; junk food, mie instan, ngemil makanan manis, pentolan, minuman botolan, dan makanan lainnya yang stereotipe banget lah dengan kehidupan mahasiswa. Yang masih sementara kuliah, you name it, guys. Pasti pahamlah semua jenis makanan yang kumaksud.

Berawal dari alasan personal tadi –yang ingin menjaga pola makan sehat akhirnya berimbas pada berkurangnya konsumsi yang tidak perlu. Seiring berjalannya waktu, alhamdulillah bukan terbatas pada ‘makanan’ saja tapi juga yang sifatnya hiburan seperti benda fisik.

So, bagi teman-teman sekalian yang masih bingung mau mulai darimana, well sebenarnya masih perlu mikir sih,,awokawokawok. I mean, iyalah, mesti dipikirin dulu atau kalau saya sebutnya refleksi singkat ke diri sendiri (elah bahasanya,,wkwk). Lebih tepatnya bukan tidak ‘berpikir’ tapi jangan terlalu overthinking.   

Oke, sekian dulu tulisan kali ini. Tulisanku selanjutnya mungkin akan masih seputaran pembahasan ini, so, stay tune yoo. Selamat beristirahat!

Reference

Bulk store pic: https://wongkito.co/read/belanja-tanpa-kemasan-di-bulk-store-jadi-gaya-hidup-baru

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.